Kajian
dan Analisis Pasar Green Building di
Indonesia, Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Konstruksi
Pendahuluan:
Pemanasan global yang semakin
meningkat dan juga disertai dengan perubahan iklim yang memberikan peringatan
pada manusia untuk harus merubah gaya hidupnya menjadi gaya hidup ramah
lingkungan. Gaya hidup yang ramah lingkungan harus diterapkan secara inklusif
baik di semua negara, maupun di berbagai sektor termasuk salah satunya sektor
konstruksi.
Pembangunan
dan berbagai kegiatan oleh negara-negara di dunia memiliki dampak terhadap
lingkungan. Isu pemanasan global tentu bukan istilah asing lagi di telinga
kita, karena telah menjadi topik hangat yang dibahas untuk menyelamatkan Bumi.
Gas
CO2 atau emisi menjadi penyebab dominan radiasi panas bumi terperangkap di Bumi
yang menyebabkan pemanasan global. Berbagai komitmen internasional telah
dirintis, di antaranya Protokol Kyoto tahun 1997, dimana negara-negara industri
berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2%
dibandingkan tahun 1990 (baseline). Protokol Kyoto mengatur prinsip yang sama
untuk semua negara yang menandatangani perjanjian tetapi dengan tanggung jawab
yang berbeda. Negara-negara industri maju
diharuskan berkomitmen untuk mengurangi jumlah emisinya, sementara
negara berkembang tidak berkewajiban mengurangi emisi, tetapi harus melaporkan
status emisinya.
Indonesia
sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi aturan ini, terhitung sejak
tahun 2004, juga telah membuat program pelaksanaan pengurangan gas rumah kaca.
Indonesia telah memberikan perhatian terhadap pengurangan emisi rumah kaca
dengan dikeluarkannya PP No.61 tahun 2011 dan PP No. 71 tahun 2011, namun
diperlukan kelembagaan yang dibuat pemerintah Indonesia dalam mendukung upaya
masyarakat dalam menindaklanjuti Protokol Kyoto yang telah diratifikasi
Indonesia.
Berdasarkan World Energy
Statistics and Balances (database), bangunan dan sektor industri konstruksi
salah satu yang banyak berkontribusi menghasilkan emisi.
Gambar 1 : Persentase Sumber Emisi di Dunia
Sources: Adapted from IEA (2019a), World Energy
Statistics and Balances (database), www.iea.org/statistics and IEA (2019b),
Energy Technology Perspectives, buildings model, www.iea.org/buildings.
Salah satu penerapan gaya hidup
ramah lingkungan untuk mengurangi emisi akibat pembangunan dan pengoperasian
bangunan adalah dengan menerapkan penggunaan green building. Namun kesadaran
akan penggunaan green building masih
rendah di mata masyarakat dikarenakan presepsi mengenai green building identik dengan cost
yang tinggi..Menurut definisi GBCI, green
building merupakan bangunan baru yang direncanakan dan dilaksanakan, atau
bangunan yang sudah terbangun yang dioperasikan dengan memerhatikan faktor-faktor
lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja: bijak guna lahan, kualitas udara
dalam ruangan, hemat air, hemat energi, hemat bahan, dan mengurangi limbah
Hasil riset baik di negara mau
maupun di negara berkembang telah membuktikan bahwa green building sangat menguntungkan secara ekonomi. Adapun salah
penelitian tersebut adalah Life Cycle Cost Analysis: Green Vs Conventional
Buildings In Sri Lanka oleh Weerasinghe,. A. S dkk:
Tabel 1.
Perbandingan Biaya Green Building vs Konvensional
Dari data diatas terlihat bahwa
hasil net present value (NPV) antara
green building dibandingkan dengan konvensional, green building memberikan
present value yang lebih rendah, artinya biaya total yang dikeluarkan oleh
pemilik bangunan akan jauh lebih rendah dengan menggunakan green building,
dikarenakan biaya operasi dan maintenance
dari green building jauh lebih rendah
selama life cycle bangunannya
walaupun biaya konstruksi green buiding
lebih mahal dibandingkan konvensional. Manfaat yang di di hitung pada perhitungan
diatas hanya berdasarkan nilai tangible
saja, adapun manfaat lain yang tidak tangible juga di dapatkan seperti prestise
bangunan (branding) dan manfaat
kelestarian lingkungan yang dapat dirasakan oleh banyak orang. Sehingga,
hendaknya green building layak
menjadi pertimbangan besar untuk diterapkan di Indonesia.
Salah satu contoh bangunan gedung
hijau adalah Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta. Gedung ini merupakan
gedung kementerian pertama di Indonesia yang berkonsep green building. Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta dalam
setahun mampu menghemat ±50,4% dalam penggunaan energi dan perbandingan
penggunaan energi dengan desain standard
office, pada tahap desain dan faktanya pada Gambar 2.
Gambar
2. Perbandingan Penghematan Energi Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta
(Sumber:
https://pii.or.id/inovasi-korporasi-green-building-dan-green-construction)
Data
dan Analisis Market Green Building
Berikut
adalah data penerapan green building di Indonesia secara kumulatif dari tahun
2010 hingga 2016.
Gambar 3: Grafik Kumulatif Jumlah
Green Building di Indonesia
(Sumber: Green Buildings Market
Intelligence Indonesia Profile)
Berikut
adalah forecasting pertumbuhan market
green building mencapai 20% - 25% pada tahun 2025, dengan 3 kategori dan
nilai project sebagai berikut
Gambar 4 Pertumbuhan Market Green
Building di Indonesia
(Sumber: Green Buildings Market
Intelligence Indonesia Profile)
Dari
data diatas dapat kita lihat akan ada peningkatan pertumbuhan market green building di Indonesia,
walaupun hampir mencabai stagnan di 25% yang mana marketnya secara garis besar
di dominasi oleh sektor perumahan.
Kemunculan
potensi pasar green building di dukung oleh:
1.
Kebijakan
Iklim (NDCS)
·
Indonesia
telah berkomitmen untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 26% (41% dengan dukungan internasional) di bawah BAU
pada tahun 2020.
·
Strategi
mitigasi oleh Pemerintah Indonesia sejak 2009
2.
Status
Pasar
·
Permintaan
perumahan yang belum terpenuhi diperkirakan mencapai 15%.
·
Pemerintah
akan mulai membangun 1 juta unit rumah.
·
Bermitra
dengan PT Ciputra, salah satu pengembang perumahan terkemuka, untuk menyediakan perumahan hijau di Indonesia.
·
Pada
2016, PT Ciputra diberikan pinjaman $ 30 juta untuk membantu memotong perumahan defisit dan mempromosikan bangunan
hijau.
·
140
bangunan untuk menerima sertifikasi bangunan GREENSHIP (per Oktober) 2015)
Gambar 4 Pertumbuhan Pasar Setiap
Sub Sektor dan Total Market Size
(Sumber: Navigant Research Global
Building Stock Database)
·
Indonesia
mengalami pertumbuhan yang sehat di semua sub-sektor.
·
Komersial
tumbuh lebih cepat daripada perumahan, tetapi stok perumahan masih bagian terbesar
·
Indonesia
saat ini memiliki banyak yang tidak terpenuhi kebutuhan perumahan. Diperkirakan 820-920.000 unit baru diperlukan setiap tahun untuk
merespons untuk permintaan tahunan
dari pertumbuhan populasi.
·
Pemerintah
Indonesia telah proyek yang direncanakan
untuk menyelesaikan masalah ini, satu
di antaranya adalah mulai membangun 1 juta
unit rumah selama 5 tahun ke depan yang tertuang dalam rencana strategis
Pemerintah Indonesia 5 tahun ke depan
Harapan
Mengenai Green Building Ke Depannya
·
Bangunan
hijau dapat mencapai setinggi 20-‐25% dari pasar pada tahun 2025
kombinasi dukungan kebijakan, manfaat pajak, pendidikan dan kesadaran program, dan realisasi penghematan dari
efisiensi energi.
·
IFC
memproyeksikan bahwa keseluruhan persentase bangunan hijau baru diharapkan meningkat 2% hingga 5% setiap tahun,
setidaknya hingga tahun 2030.
Permintaan akan green building
ini akan semakin baik terus menerus ke depannya jika terus menerus diadopsi
dengan mengontrol dari 2 sisi:
1. Demand
Demand
akan sangat di pengaruhi oleh kesadaran owner
dan regulasi pemerintah.
2.
Supply
Kontraktor
harus di support dengan supply chain yang memadai sehingga dapat menurunkan
biaya konstruksi. Sehingga apabila biaya pembangunan green building dan
konvensional akan semakin tipis variasinya, maka tentunya akan banyak owner yang akan memilih green building ke depannya dan marketnya
akan semakin besar.
Kesimpulan:
Walaupun saat ini di Indonesia
green building masih tergolong sangat sedikit namun dari potensi market, terlihat bahwa terjadi
pertumbuhan yang baik pada marketnya yang di prediksi akan terus meningkat dari
tahun ke tahun. Selain ini jika diukur dari net present value dari construction cost dan operasi serta
maintenancenya, di dapatkan bahwa green
building cost nya lebih kecil ketimbang bangunan konvensional, hal ini
memberikan nilai ekonomi dan keuntungan, selain biaya yang lebih murah manfaat intangible yang dapat di manfaatkan
generasi sekarang dan generasi berikutnya diharapkan dapat menjadi pendorong
pertumbuhan market dari green building ini.